Kriiingg…Tagihan Awal Musim
Sebagai wadah pendukung PSS yang berasal dari ragam daerah, atau bahkan beberap tumbuh besar di luar lingkup Sleman dan sekitarnya sedari kecil, kami menilai~
Hidup dan Mati di Tanah Madura: PSS Sleman Menuju Pertempuran
Di tanah Madura, di ujung timur pulau Jawa, akan berlangsung lebih dari sekadar pertandingan. Di sanalah, riuh stadion akan menjadi saksi bisu pertaruhan harga diri, kebanggaan, dan cinta yang tak pernah padam. PSS Sleman bersiap menjejak tanah itu, bukan sekadar untuk bertanding, tapi untuk berperang—dengan sepenuh nyawa, dengan segenap jiwa.
Tak mudah melupakan luka. Di awal musim, Sleman sempat terpuruk. Langkah terseok, kepala tertunduk, dan pandangan mata yang kehilangan pijar harap. Namun kini, semuanya ditinggalkan di belakang. Kenangan pahit disimpan rapi di laci hati, dikunci dengan tekad baja. Tak ada waktu untuk meratap, tak ada ruang untuk sesal. Hanya ada satu tujuan: Madura.
Pasukan Super Elang Jawa datang bukan untuk jalan-jalan, bukan pula untuk pelesiran. Mereka datang dengan seluruh kekuatan yang mereka punya. Lini demi lini dirakit ulang. Strategi dipoles, latihan digandakan. Otot ditempa, hati dikuatkan. Mereka tahu, pertandingan ini bukan biasa. Ini bukan sekadar tiga poin. Ini soal keberanian untuk bangkit. Soal membuktikan bahwa Sleman belum habis. Bahwa darah juang masih mengalir deras.

Namun PSS Sleman tak datang sendirian.
Ada ribuan energi lain yang menyusup ke dalam koper, masuk lewat udara malam yang dingin, hinggap di pundak para pemain. Energi itu berasal dari jalanan kecil di Sleman, dari gang sempit yang tiap malam dipenuhi anak-anak muda membicarakan susunan pemain, dari kafe-kafe yang menyetel ulang rekaman pertandingan. Energi itu berasal dari dada mereka yang memilih percaya, meski tertatih.
Anak-anak muda Sleman mulai merancang perjalanan. Ada yang mengatur logistik, mengukur jarak dan waktu tempuh, ada yang mengurus tiket dan kendaraan, ada yang menggalang semangat lewat poster dan nyanyian. Mereka bukan penonton biasa—mereka adalah napas dari setiap detak PSS. Dan kini, mereka bersiap untuk satu perjalanan panjang, menuju Madura, membawa cinta dan keyakinan.
Bayangkan, di tengah gemuruh tribun nanti, ada suara-suara yang tak pernah berhenti menyanyi. Ada sorak sorai yang mengangkat moral, bahkan saat kaki nyaris tak sanggup melangkah. Ada mata-mata yang tak pernah lepas memandang lapangan, seolah tiap gerakan pemain adalah denyut nadi mereka sendiri.
Pertandingan ini akan menjadi panggung pembuktian. Apakah PSS Sleman benar-benar telah melupakan luka dan bersiap mencipta cerita baru? Ataukah Madura akan menjadi batu uji yang terlalu keras?
Tak ada yang tahu.
Namun satu yang pasti: PSS Sleman tak akan menyerah sebelum peluit panjang dibunyikan. Mereka akan berlari hingga lutut tak sanggup menopang, mereka akan bertahan hingga peluh tak lagi terasa. Mereka akan menyerang dengan harapan, menggigit dengan tekad.
Di tanah Madura, kita tidak hanya menonton. Kita bertarung. Kita menantang angin, merangkul terik, dan menyambut tekanan dengan dada terbuka.
Sleman datang bukan sebagai tamu. Sleman datang sebagai penguasa Pulau Madura.
Dan ketika pertandingan usai, apa pun hasilnya, kita tahu: kita telah berjuang. Kita telah memberi segalanya.
Karena ini bukan hanya tentang sepak bola. Ini tentang hidup dan mati.
Di tanah Madura.
oleh NN-SJ. Mei 2025.
Sebagai wadah pendukung PSS yang berasal dari ragam daerah, atau bahkan beberap tumbuh besar di luar lingkup Sleman dan sekitarnya sedari kecil, kami menilai~
We've decided our stance, for PSS Sleman.
Menelisik di balik movement Gate of Joy. Oleh NN-SJ
“I’m gonna love you till the heaven stops the rain”. oleh Joawofelix.
SEKALI BAJINGAN, TETAP BAJINGAN! oleh SJ-NN
“kami akan selalu ingat, bagaimana kami bisa lupa?” oleh AP
kami tak datang membawa amarah, kami datang membawa tanya.
oleh Ceria
Kita tak akan kalah lagi. Tak boleh kalah lagi. oleh Tribun Utara
Ditulis oleh YB
Hari ini, mari kita bicara tentang tiga warna itu: pink, hijau, dan biru.